The Script, grup musik asal Dublin, Irlandia, akan terbang menuju ke Indonesia untuk keempat kalinya dalam rangka konser yang dipromotori oleh Color Asia Live di ICE BSD City, Tangerang, Banten (kawasan sekitar Jakarta) pada 14 Februari 2025 – dan di Surabaya, Jawa Timur, pada 16 Februari 2025 mendatang.
Sebelumnya, band berawal dari format trio ini, sekarang terdiri dari kuartet Danny O’Donoghue (vokal), Glen Power (drum), Benjamin Sargeant (bass, member tur yang direkrut tahun lalu), dan Ben Weaver (gitar, direkrut tahun lalu), sempat mampir ke Indonesia untuk menggelar konser pada 2011, 2018, dan 2022 lalu.
Tentunya, ini menjadi kabar baik bagi para penggemar grup musik yang didirikan sejak 2001 lalu. Fans tentu sudah tak sabar untuk menantikan sejumlah lagu hit dibawakan oleh mereka. Sebut saja “The Man Who Can’t Be Moved”, “Hall of Fame”, hingga “Superheroes”.
Namun, di balik penantian para penggemar Indonesia atas digelarnya tur dunia bertema Satellites World Tour 2025 ini, tersimpan sejumlah momen dramatis yang pernah mewarnai Danny O’Donoghue dan Glen Power. Setelah konser di Indonesia pada 2022 lalu, gitaris mereka, Mark Sheehan, meninggal dunia setahun kemudian.
Selain itu, mungkin masih teringat juga di benak fans perihal kasus The Script menuntut penyanyi asal Inggris, James Arthur, atas tuduhan penjiplakan salah satu lagu hit mereka. Rasanya cukup menarik juga mengingat kembali momen-momen dramatis band pengusung genre musik pop dan rock ini.
Kasus Tuntutan terhadap James Arthur
Merunut momen dramatis secara berurutan, The Script terlebih dahulu menuntut James Arthur pada Mei 2018, sebulan setelah mereka tampil ke Indonesia untuk tampil di Jakarta pada 10 April 2018. Melansir theguardian.com, James Arthur digugat atas pelanggaran hak cipta.
The Script mengklaim bahwa singel berjudul “Say You Won’t Let Go” milik pemenang ajang pencarian bakat X Factor tahun 2016 itu, menjiplak lagu “The Man Who Can’t Be Moved” milik mereka yang dirilis pada tahun 2008. Namun, Arthur membantah semua klaim dari para personel The Script.
Menurut Richard Busch selaku pengacara The Script, James Arthur telah menghasilkan US$20 (kini setara Rp326,7 miliar) juta dari lagu tersebut. Menurut gugatan tersebut, James Arthur mendekati anggota Script pada tahun 2014 untuk mengusulkan kolaborasi yang mereka tolak. Busch menduga Arthur kemudian menyalin “esensi” dari “The Man Who Can’t Be Moved”.
Fans Setuju dengan Kemiripan Kedua Lagu
Melansir Billboard, disampaikan bahwa para penggemar sebelumnya pernah mengomentari kemiripan antara kedua lagu tersebut. Kesamaan mencakup birama 4/4 yang sama, tempo yang sama, permulaan gitar empat bar, serta dianggap menggunakan melodi vokal dan struktur harmoni yang serupa.
The Script juga kala itu dikabarkan sempat menyewa seorang ahli musik untuk menugaskan sebuah laporan tentang kedua lagu tersebut pada tahun 2016. Richard Busch juga sempat meminta pengadilan untuk memutuskan bahwa James Arthur telah melanggar hak cipta.
Sang pengacara juga meminta penghitungan semua pendapatan streaming, distribusi, penerbitan, hingga tur terkait lagu tersebut. The Script juga meminta ganti rugi yang layak, sesuai hukum yang berlaku.
Namun, tampaknya tuntutan ini sempat melunak. Hal itu tampak dari pernyataan Mark Sheehan mengenai kasus ini. “Hal yang penting tentang semua ini adalah seluruh orang terlibat dalam hal ‘kata dia, katanya’, dan kami tidak ingin merendahkan James,” ungkapnya, kepada The Sun pada 2018.
“Saya tidak ingin siapa pun merendahkan kami, jadi Anda harus melindungi karier semua orang. Kami pikir James adalah seniman yang fantastis,” sambung Mark Sheehan, melansir xsnoize.com.