Dustin Poirier: Perjalanan Terakhir ‘The Diamond’ di UFC 318

Pendahuluan

Dustin Poirier, salah satu petarung paling ikonik dalam sejarah UFC, telah mengumumkan bahwa laga di UFC 318 akan menjadi penampilan terakhirnya di oktagon. Sosok yang dijuluki “The Diamond” ini telah mengarungi perjalanan panjang, penuh darah dan dedikasi, dalam dunia seni bela diri campuran. UFC 318 akan menjadi panggung perpisahan yang penuh makna, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk para penggemar yang telah mengikuti kariernya selama lebih dari satu dekade.


Pertarungan Penutup: Poirier vs Holloway III

Dalam pertarungan terakhirnya, Poirier akan kembali berhadapan dengan Max Holloway, rival lama yang juga seorang legenda UFC. Pertarungan ini bukan hanya penutup karier, tetapi juga akan memperebutkan sabuk simbolis “BMF” (Baddest Motherf***er) — gelar bergengsi yang diberikan kepada petarung paling tangguh dan agresif.

Pertarungan ini merupakan trilogi. Poirier telah dua kali mengalahkan Holloway, pertama melalui submission di awal karier mereka, dan kedua melalui keputusan juri dalam pertarungan lima ronde yang keras. Namun, Holloway telah berkembang jauh sejak saat itu, menjadikan laga ketiga ini bukan sekadar ulangan, melainkan sebuah penentuan legasi.


Motivasi dan Pilihan Tempat

Yang membuat pertarungan ini lebih spesial adalah lokasi pelaksanaannya — di New Orleans, Louisiana, tanah kelahiran Poirier. Ia memilih menutup kariernya di tempat ia dibesarkan, dikelilingi keluarga, sahabat, dan komunitas yang membentuk dirinya.

Poirier juga menyampaikan harapannya untuk berjalan ke oktagon ditemani oleh tokoh besar dari dunia musik sebagai penghormatan kepada akar budayanya. Ia ingin momen terakhirnya tidak hanya dikenang sebagai pertarungan, tetapi sebagai perayaan atas hidupnya sebagai petarung dan manusia.


Kilas Balik Karier Sang ‘Diamond’

Poirier memulai kariernya di UFC sebagai underdog. Ia membangun reputasinya bukan dari promosi besar atau sensasi, melainkan dari kerja keras dan penampilan luar biasa dalam pertarungan demi pertarungan. Ia pernah memegang gelar interim juara kelas ringan, serta berhadapan dengan nama-nama besar seperti Conor McGregor, Khabib Nurmagomedov, Justin Gaethje, dan Charles Oliveira.

Gaya bertarungnya agresif, penuh emosi, namun tetap strategis. Ia dikenal sebagai petarung yang mampu bertahan dalam situasi sulit dan membalikkan keadaan dengan keberanian serta teknik mumpuni.


Sisi Lain Poirier: Di Luar Oktagon

Selain sebagai petarung, Poirier juga dikenal sebagai sosok dermawan. Ia mendirikan yayasan amal yang berfokus pada membantu komunitas lokal, terutama anak-anak dan keluarga yang membutuhkan. Warisannya tak hanya terukir di oktagon, tapi juga di kehidupan nyata.

Poirier telah menunjukkan bahwa petarung sejati bukan hanya yang menang di arena, tetapi juga yang memberi dampak positif kepada dunia di luar pertarungan.


Kesimpulan

UFC 318 bukan sekadar pertarungan. Ini adalah bab terakhir dari kisah panjang seorang pejuang sejati. Dustin Poirier akan menutup lembaran kariernya dengan cara paling layak — dalam pertarungan besar, melawan rival legendaris, di tempat kelahirannya sendiri.

Ia datang bukan hanya untuk menang, tetapi untuk meninggalkan jejak yang tak akan pudar. Sebuah perpisahan dari oktagon, namun bukan dari hati para penggemar.

More From Author

Sedriques Dumas: Dari Oktagon ke Jeruji Besi – Kisah Penangkapan dan Masa Lalu yang Kelam

Duel Panas di Iowa: Sandhagen vs. Figueiredo Siap Guncang UFC Des Moines!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *